Satu Tubuh

Siang ini, sebagaimana telah diwajibkan bagi setiap muslim, aku beranjak menuju masjid untuk melaksanakan shalat Jum’at. Meskipun dengan sedikit tertatih karena luka di telapak tangan dan terutama lutut belum sembuh akibat musibah dua hari sebelumnya, aku tetap bersemangat menuju masjid. Jaraknya memang tidak terlalu jauh, hanya sekitar 700 meter dari kantor tempatku bekerja. Sesampainya di Masjid yang diberi nama Salman Al Farisi itu, aku mendirikan shalat sunnah, masih disertai dengan seringai tanda menahan nyeri. Tak berapa lama, sang khatib menuju mimbar dan mengucapkan salam, tanda sudah masuknya waktu dzuhur (jum’at). Baca lebih lanjut

Membenci Riuh

Denting kedua yang kau petik
Belum juga mengantar sunyi
Mengunci sepi
Karena riuh yang terserak
Telah merenggut malam

Tak ada yang salah
Bila terang datang pada gelap
Tak pernah sebagai kawan

Tapi, apa mereka membenci?
Atau tak lagi perlu
Untuk melafadz harap
Dan mencucur airmata

Diam pun tak menjawab.
Ia bahagia
Dengannya sendiri
Karena sunyi terlanjur membenci riuh.

PCL 271109

“Hidup ini hanya sementara bung”

Keajaiban Kecil (2)

: Faith Athallah Ar-Razi

Disisa riuh
Kala kaki langit belum pun menjejak
Bersama hentak nafas
Yang mengantarmu memecah sunyi

Jadilah ada. seperti kata. seperti udara.
Untai sejuta harap
Yang terangkai serupa air mata

Jadilah doa. seperti cinta. seperti cahaya.
Seindah nama. Semanja rindu
Menangis semacam jerit
Tertawa seumpama purnama

Jadilah penyejuk
Serupa embun yang mengusir lelah.

Keajaiban Kecil

Menyeberangi waktu
Sejak pucuk rindu itu
Tertaut pada sebuah janji suci
Tuk menjadi satu hati

Melintas masa
Ketika cinta telah berbunga
Mengukir indah waktu yang berlalu
Arung bahtera menuju samudera

Meniti detik
Saat kehidupan itu ditiupkan
Menjadi sebuah keajaiban kecil
Menjelma sosok mungil

—oo—

Sayang…
Bila engkau hadir nanti
Biarkan kuperdengarkan
Kalimat suci
Saat pertama kali
Dunia menyapamu dengan senyuman

Namun kini,
Biarkan doa-doa yang kupintal
Serta kasih
Yang kubahasakan lewat sentuhan
Menjadi pertanda
Betapa hadirmu kurindukan.

Gerimis

disisa mata
bagiku lebih seperti belati
yang kan membelah rembulan sama panjang
lelah menghitung jejak gerimis
ketika nyanyian hujan tak kunjung datang

terpaku diantara dua warna
yang menjejak pada gelap
gamang pada nafasnafas yang tersengal
masihkah dapat kunikmati
hingga tetabuh mengantar jiwa
dan mengiring berkas kehangatan
yang dirindu pucukpucuk menggigil?

Senyuman

ku coba pagari
tiap kenangan yang telah abadi
agar ia tak mengusik langkah
tuk menyusun kembali asa indah
seperti saat itu…

mungkin tak mungkin
karena…
layaknya pagi
ia mengantar seri dan mentari
layaknya bocah
aku takut kehilangan

kawan
berdoalah saja
karena mentari pergi
tak selalu meninggalkan kelam
terkadang,
ia titipkan pada lembayung segurat senyuman
untukku…
senja ini…

Kembali

mengapa kau tiupkan lagi sayup rindu
yang telah coba ku larung di kedalaman hati
sisakan segumpal sesal
yang kusemat diantara tangis yang pecah
saat langkah baru itu terjejak

kuharap tak kembali ia
karena bulir yang jatuh tlah ucapkan selamat tinggal
meski bibir tak mampu mengeja serangkai nada

atau mungkin
aku tak mengerti
bahwa ia sejatinya tak pernah pergi
ia hanya bersembunyi
dibalik samar bayangan pelangi

layaknya bayangan yang selalu mengikuti
untuk membunuhnya
aku harus membunuh matahari….

MELACAK JEJAK GEMPA JOGJA

(Catatan sepanjang perjalanan mudik ke jogjakarta)

Jogjakarta, ah sudah lama sekali aku tak mengunjungi kota pelajar dan kota istimewa ini. empat tahun, ya empat tahun yang lalu terakhir kali aku menginjakkan kaki di kota gudeg kesukaan pelajar ha..ha… sekuntum rindu yang membawaku kembali kesana, rindu akan suasana, aroma, keluarga dan tentu saja kenangan-kenangan indah yang tak terlupa. bahkan, saat Yogya diguncang gempa cukup hebat, aku tak sempat untuk sekedar menengok keadaan sanak saudara. aku hanya bisa memantau lewat alat komunikasi, itupun bisa dilakukan setelah beberapa hari gempa terjadi. saat itu alat komunikasi semuanya tidak berfungsi, kecuali sandi morse, semaphur, ataupun asap, dan itu nggak mungkin kedengaran sampai ke Bogor kan? ha..ha.. becanda.

sesampainya di jogja, tentu saja aku ingin melihat kondisi update pasca gempa, yang sudah terjadi sekitar 2 tahun sebelumnya. yang sangat menarik adalah, kondisi pasca bencana tidak jelas terlihat disana. di salah satu desa, yang saat itu cukup parah terkena dampak bencana, sudah tidak terlihat lagi reruntuhan bangunan, pohon tumbang, ataupun tanda-tanda bekas bencana yang lain. maklum, mungkin karena dah 2 tahun berlalu, tapi yang membuat semakin takjub adalah bahwa di tempat tersebut banyak berdiri rumah-rumah megah sebagai ganti rumah-rumah yang hancur. luar biasa. mungkin orang jogja kaya-kaya kali yah…

padahal, menurut informasi yang berhasil dihimpun, pada saat bencana terjadi bantuan dari berbagai pihak terlambat datang. bahkan, mobil-mobil pengangkutnya tidak bisa masuk ke desa-desa, karena jalanan dipenuhi warga yang mengungsi dan meilih tidur di tenda-tenda pinggir jalan ataupun tengah sawah, untuk menghindari goncangan susulan. dan menurut informasi juga, bahwa bantuan dana kompensasi untuk bangunan yang rusak, tidak mencukupi untuk mendirikan bangunan yang layak. tapi seperti yang aku bilang di awal, semuanya seperti tidak pernah terjadi apa-apa. bangunan-bangunan baru berdiri kokoh.

Faktor apa yang membuat mereka bisa bangkit dengan begitu cepat?

Kalah

Sekuat apa kan kita kayuh

Biduk kehidupan yang kian merenta

Jika kita tak yakin

Di seberang sana ada harapan

Seberapa tangguh kita kan berdiri

Perkasa menantang hari

Jika kita takut dan menghindari

Jatuhnya cahaya mentari

Bukan..

Bukan saatnya kita kalah

Oleh riak yang tak mampu pun tuk menjamah

Karang keyakinan yang berdiri gagah

Karena dengan tangan ini

Kita akan tegakkan lagi

Janji sang kekasih hati

Tuk menjadi yang terbaik di muka bumi

Dengan Ridho Illahi…

PC Lounge, 25 Desember 2008. 19:01 WIB.

“didedikasikan untuk seseorang yang sedang menyusun kembali keping hati, dan berusaha memahami bahwa hidup tak seindah mimpi”

Apakah Hatiku Terpatri?

apakah hatiku terpatri
pada cahaya yang telahpun meredup
dihadapan….

sehingga cahaya lain terlalu sulit
tuk temukan celah meski sekedar menelusup
menembus tebal kenanganmu
yang telah mengerak di dasar hati

tidakkah telah kutunjukkan jalan keluar
agar kau terbang bebas bersama pangeran bersayapmu?

sesulit itukah untuk kau pergi?
atau aku yang tak mengerti
bahwa kenangan memang tak bisa mati.