Pluralisme dan Defensive Apologetic a la “My Name Is Khan”

Apakah anda termasuk penggemar film? Kalau ya, berarti anda juga tidak melewatkan kehebohan yang ditimbulkan saat film Bollywood yang satu ini dirilis. Yup, My Name Is Khan. Terlepas dari pro dan kontranya di India, film ini laris manis bak Blackberry (biasanya pake istilah kacang goreng, tapi kayaknya dah kalah laris sama BB) di negeri barat. Kesuksesan ini tentusaja merupakan sebuah hasil dari kolaborasi apik pemain utamanya, serta kepiawaian sang sutradara dalam meramu cerita. Shah Rukh Khan (Rizwan Khan) dan Kajol Devgan (Mandiira), begitu apik berperan dibawah arahan Kahar Johan.

Di Inggris, film yang berkisah tentang perjalanan hidup Rizwan Khan (seorang muslim penderita Sindrom Asperger) dalam menebus kembali cinta Mandiira (seorang wanita Hindu) ini berhasil masuk Box Office. Sebuah prestasi luar biasa bagi sebuah “film asing”. Di Amerika, film ini di klaim sebagai film paling laris yang dibintangi oleh Shah Rukh. Apalagi, setting latar film ini memang di Amerika, tepatnya di San Fransisco. Baca lebih lanjut

Satu Tubuh

Siang ini, sebagaimana telah diwajibkan bagi setiap muslim, aku beranjak menuju masjid untuk melaksanakan shalat Jum’at. Meskipun dengan sedikit tertatih karena luka di telapak tangan dan terutama lutut belum sembuh akibat musibah dua hari sebelumnya, aku tetap bersemangat menuju masjid. Jaraknya memang tidak terlalu jauh, hanya sekitar 700 meter dari kantor tempatku bekerja. Sesampainya di Masjid yang diberi nama Salman Al Farisi itu, aku mendirikan shalat sunnah, masih disertai dengan seringai tanda menahan nyeri. Tak berapa lama, sang khatib menuju mimbar dan mengucapkan salam, tanda sudah masuknya waktu dzuhur (jum’at). Baca lebih lanjut

Membenci Riuh

Denting kedua yang kau petik
Belum juga mengantar sunyi
Mengunci sepi
Karena riuh yang terserak
Telah merenggut malam

Tak ada yang salah
Bila terang datang pada gelap
Tak pernah sebagai kawan

Tapi, apa mereka membenci?
Atau tak lagi perlu
Untuk melafadz harap
Dan mencucur airmata

Diam pun tak menjawab.
Ia bahagia
Dengannya sendiri
Karena sunyi terlanjur membenci riuh.

PCL 271109

“Hidup ini hanya sementara bung”