SEGORES KATA UNTUK PETANI INDONESIA

Entah Mengapa

Alam seolah tak pernah berpihak padamu

Mendesakmu jauh

Tersudut bersama  serapah

Dewi  Kesuburan, yang telah menguap

Bersama mimpi bocah yang tersekat masa.

Entah berapa banyak

Keringat untuk menghidupi sawahmu

Sedang tangantangan membunuh laju airnya

Meraja Kerontang

Tuan,

Izinkan kami menselip sebelah bahu

Menopang saat engkau tertatih

Memberi sebelah senyum, untuk melengkapi

Jengkal papa yang tak pernah kau anggap derita

Karena engkau mulia…

Dari kami

Yang kadang terlalu banyak berbicara tentangmu…

Rindui Aku…

Rindui Aku,

meski hanya lewat doamu…

Pernah kita menerjang seribu malam tanpa bintang

Mendayung sampan harapan menuju dermaga kemenangan

Akrabi setiap badai yang coba goyahkan

Janji yang pernah kita tautkan.

Pernah aku rasakan getir amarah, indah senyum dan hangat tawamu

Isi lembaran hari, lukis indah kanvas kehidupan

Kini, kita terpisah langkah

Entah kemana mata angin menuntunmu

Terbang bersama jutaan kenangan, yang membuat aku rindu

Kawan…

Telah aku sematkan doa di sayap malaikat

Agar engkau tahu, rinduku tak pernah berkarat.

Rindui aku, meski hanya lewat doamu…

(Teruntuk semua sahabat, yang silih berganti mewarnai hari. memenuhi jiwa dengan kesyukuran, karena kalian telah diciptakan, untukku…)


Salah

Mengapa tak sedikit kau tajamkan

Rangkai kata yang kau sampaikan

Hingga lukanya tak terlalu menyapa perih

Cukuplah ia mengalirkan kesedihan

Rupanya…

Aku keliru menterjemahkan isyarat

Yang memang tak menjelma

Senyata Bait

Dalam tiap helai puisi

Sepasang Puisi Kembar Tidak Identik

Dari Notes FB

Semoga bisa menjadi renungan bagi yang semakin hari semakin kehilangan waktu

Dua Tujuh

Aku tak berharap
Engkau membawa setangkai lilin
Yang lalu tak berharga,
Mati…
Deret tulusmu saja, kataku

Tak pernah kupikir
Ganjil atau genap
Duatujuh itu

Karena, aku tak pernah tahu
Siapa kan menjadi kawan
Bila duatujuh itu digenapkan.

Dua Delapan

Berapa detik telah engkau genapkan
Ditiap duadelapan
Bersama bumi yang mendekati
Akhir revolusi sempurnanya?
Sedang setiap yang kau punggungi
Tak pernah bisa dipungut lagi

Merasakah, bahwa kau baru saja melangkah
Sedang ujung waktu terlalu rindu
Untuk mendekapmu erat
Ditempat yang tak pernah kau tahu
Dalam wujud apa
Ia kan menyapa mata?

Untuk dua adikku yang kebetulan lahir pada tanggal dan bulan yang sama
i love you full

Membenci Riuh

Denting kedua yang kau petik
Belum juga mengantar sunyi
Mengunci sepi
Karena riuh yang terserak
Telah merenggut malam

Tak ada yang salah
Bila terang datang pada gelap
Tak pernah sebagai kawan

Tapi, apa mereka membenci?
Atau tak lagi perlu
Untuk melafadz harap
Dan mencucur airmata

Diam pun tak menjawab.
Ia bahagia
Dengannya sendiri
Karena sunyi terlanjur membenci riuh.

PCL 271109

“Hidup ini hanya sementara bung”

Keajaiban Kecil (2)

: Faith Athallah Ar-Razi

Disisa riuh
Kala kaki langit belum pun menjejak
Bersama hentak nafas
Yang mengantarmu memecah sunyi

Jadilah ada. seperti kata. seperti udara.
Untai sejuta harap
Yang terangkai serupa air mata

Jadilah doa. seperti cinta. seperti cahaya.
Seindah nama. Semanja rindu
Menangis semacam jerit
Tertawa seumpama purnama

Jadilah penyejuk
Serupa embun yang mengusir lelah.

Keajaiban Kecil

Menyeberangi waktu
Sejak pucuk rindu itu
Tertaut pada sebuah janji suci
Tuk menjadi satu hati

Melintas masa
Ketika cinta telah berbunga
Mengukir indah waktu yang berlalu
Arung bahtera menuju samudera

Meniti detik
Saat kehidupan itu ditiupkan
Menjadi sebuah keajaiban kecil
Menjelma sosok mungil

—oo—

Sayang…
Bila engkau hadir nanti
Biarkan kuperdengarkan
Kalimat suci
Saat pertama kali
Dunia menyapamu dengan senyuman

Namun kini,
Biarkan doa-doa yang kupintal
Serta kasih
Yang kubahasakan lewat sentuhan
Menjadi pertanda
Betapa hadirmu kurindukan.

Gerimis

disisa mata
bagiku lebih seperti belati
yang kan membelah rembulan sama panjang
lelah menghitung jejak gerimis
ketika nyanyian hujan tak kunjung datang

terpaku diantara dua warna
yang menjejak pada gelap
gamang pada nafasnafas yang tersengal
masihkah dapat kunikmati
hingga tetabuh mengantar jiwa
dan mengiring berkas kehangatan
yang dirindu pucukpucuk menggigil?

Senyuman

ku coba pagari
tiap kenangan yang telah abadi
agar ia tak mengusik langkah
tuk menyusun kembali asa indah
seperti saat itu…

mungkin tak mungkin
karena…
layaknya pagi
ia mengantar seri dan mentari
layaknya bocah
aku takut kehilangan

kawan
berdoalah saja
karena mentari pergi
tak selalu meninggalkan kelam
terkadang,
ia titipkan pada lembayung segurat senyuman
untukku…
senja ini…

Kembali

mengapa kau tiupkan lagi sayup rindu
yang telah coba ku larung di kedalaman hati
sisakan segumpal sesal
yang kusemat diantara tangis yang pecah
saat langkah baru itu terjejak

kuharap tak kembali ia
karena bulir yang jatuh tlah ucapkan selamat tinggal
meski bibir tak mampu mengeja serangkai nada

atau mungkin
aku tak mengerti
bahwa ia sejatinya tak pernah pergi
ia hanya bersembunyi
dibalik samar bayangan pelangi

layaknya bayangan yang selalu mengikuti
untuk membunuhnya
aku harus membunuh matahari….