MENATA SISTEM TRANSPORTASI INDONESIA

Pendahuluan

Masalah transportasi mungkin bukanlah sebuah permasalahan besar bagi sebuah negara, dibandingkan dengan permasalahan ekonomi, sosial, maupun pertahanan dan keamanan. Apalagi, masalah transportasi memang tidak disandarkan pada dalil tertentu, bahkan negara islam boleh mengambil contoh sistem ini dari negara manapun. Namun, terurainya permasalahan transportasi secara tidak langsung akan membantu terpeliharanya urusan umat dalam hal ekonomi, sosial, dan juga pertahanan keamanan, sehingga mengapa pembahasan ini dianggap penting untuk disampaikan.

Benang Kusut Sistem Transportasi Indonesia. 

Berbicara mengenai sistem transportasi Indonesia maka kita akan dihadapkan pada kenyataan bahwa sistem transportasi di negeri ini sangat jauh dari kata ‘layak’. Begitu banyak problem yang membuatnya menjadi sebuah gulungan benang kusut, mulai dari kemacetan, kelaikan kendaraan, mahalnya biaya transportasi, infrastruktur yang tidak memadai, sampai dengan aturan yang tidak mampu membuat sistem ini menjadi teratur. Saking banyaknya problematika yang mengguritanya, seakan setiap orang tidak mampu melihat dimana ujung-pangkal permasalahan ini bermula.

Padahal, memadainya sistem transportasi merupakan salah satu pendukung utama dalam perputaran roda ekonomi suatu negara. Dapat dibayangkan, apabila sistem ini terganggu akibat kemacetan, berapa total kerugian yang diakibatkan olehnya. Yayasan Lembaga konsumen Indonesia (YLKI) pernah merilis bahwa di Kota Jakarta, potensi kerugian akibat kemacetan diperkirakan sekitar 28,17 trilyun pertahun (2009), padahal kemacetan bukan hanya terjadi di Jakarta, karena sudah merembet juga ke kota-kota lain, terutama ibukota Provinsi yang juga (umumnya) merupakan jantung ekonomi wilayah tersebut. Jadi bisa dibayangkan, berapa total kerugian pertahun yang dialami, ketika kemacetan terjadi diseluruh kota-kota di Indonesia.

Kemacetan akan menjadi bom waktu dan bukan hanya akan menjadi pemandangan di kota-kota besar, namun akan terus melebar jika kita melihat bahwa pertumbuhan kendaraan bermotor di Indonesia pertahun menyentuh angka 10%, sedangkan perkembangan infrastruktur berupa jalan, pertumbuhannya tidak mencapai angka 1% pertahunnya. Bahkan, pada tahun 2009, di Jakarta tercatat terdapat 7,5 juta kendaraan bermotor roda 2 (motor), belum ditambah dengan mobil pribadi, dan angkutan umum. Sedangkan menurut data tahun 2010, penduduk Jakarta ‘hanya’ sebanyak 9.588.198 jiwa. Artinya, semua orang yang sudah bisa mengendarai kendaraan bermotor, sudah mempunyai kendaraan pribadi (masing-masing). Sehingga, para pakar memperkirakan bahwa pada tahun 2014, Jakarta akan menjadi kota stagnan, jika problem kemacetan ini tidak segara ditanggulangi. Ironisnya, program-program pengalihan ke angkutan umum tidak menampakkan hasil yang signifikan. Permasalahan keamanan, kenyamanan dan ketepatan waktu masih menjadi kendala utama, sehingga masyarakat enggan menggunakan jasa angkutan publik.

Masalah lain yang tak kalah mengerikan adalah tingginya tingkat kecelakaan transportasi. Seakan tidak ada kendaraan yang aman untuk dikendarai, dan jalur yang aman untuk dilalui, kecelakaan transportasi baik darat.laut maupun udara silih berganti memakan korban jiwa. Akibat terlalu seringnya, Agus Pambagio, seorang pengamat kebijakan publik dalam kolom opininya di detik.com sampai mengatakan, bahwa kita seakan ikut ‘arisan nyawa’ akibat kecelakaan transportasi umum, sehingga kasarnya setiap orang hanya tinggal menunggu kapan gilirannya akan datang. Tingginya kecelakaan ini. Selain diakibatkan oleh kelalaian manusia (human error), juga diakibatkan oleh sarana dan infrastruktur transportasi yang buruk, sehingga kecelakaan transportasi telah menjadi ‘lingkaran setan’ yang tak berujung.

Indonesia bukan tidak mampu untuk membuat seluruh jalan di negeri ini menjadi baik, namun berbagai kepentingan yang melatarbelakangi membuat seluruh kebijakan menjadi dilematis. Kerusakan infrastruktur bukan tidak mungkin adalah ‘hal yang disengaja’, karena menjadi wasilah bagi sebagian orang untuk mengambil keuntungan yang sebesar-besarnya. Sehingga wajar, jika banyak ruas jalan di wilayah Indonesia ini menjadi langganan perbaikan. karena, jika tidak begitu, maka anggaran pembangunan jalan tidak akan mengalir, yang otomatis akan menghilangkan kesempatan untuk mendapatkan ‘uang tambahan’.

Menambah daftar panjang kegagalan, kebijakan pemerintah yang diambil pada bidang inipun mandul dan bukan memberikan solusi, malah menambah penderitaan rakyat. Kenaikan tarif tol, rencana penetapan jalan berbayar, hingga rencana pembatasan kendaraan seperti yang dilakukan oleh pemerintah Singapura, diyakini tidak akan mampu mengurai, dan hanya akan semakin membebani masyarakat.

Mengupas Solusi Islam Bidang Transportasi

Sebagai sebuah sistem yang komprehensif, Islam pasti mempunyai solusi setiap permasalahan, termasuk problema transportasi khususnya untuk Indonesia. Memang, solusi ini tidak didasari nash-nash khusus yang mengatur permasalahan transportasi, namun dengan melandaskan segala sesuatu kepada akidah islam, membuat sistem transportasi dalam islam akan menjadi sistem transportasi yang unik dan tuntas dalam menyelesaikan permasalahan.

Jika ditinjau dari berbagai persoalan yang dipaparkan diatas, maka ada 3 (tiga) hal pokok yang menjadi dasar pembahasan solusi, dimana ketiga faktor ini saling terkait, yaitu:

1. Alat Transportasi

Dalam permasalahan ini, kita dapat membagi alat transportasi menjadi 2 (dua) macam yaitu alat tansportasi pribadi dan alat transportasi publik. Dalam ranah alat transportasi pribadi, secara umum negara tidak berhak membatasi kepemilikan masing-masing orang, selama ia memperoleh dengan jalan yang dibenarkan oleh syariat. Hanya saja, pemerintahan Islam harus memberikan penyedaran bahwa pemilikan barang pribadi lebih terkait dengan aspek fungsi dan kegunaan, bukan yang lain. Hal ini menjadi wajar, karena dengan semakin mencengkeramnya sistem kapitalisme-sekuler, suatu barang tidak lagi dilihat dari segi utilitas, namun telah bergeser menjadi komoditas prestise yang secara langsung dapat ‘mengangkat’ status sosial seseorang. Jika hal ini dibiarkan, maka bukan hal yang mustahil seseorang akan mempunyai kendaraan lebih dari satu buah, dengan alasan diatas. Hal inilah yang tidak boleh terjadi, karena nash-nash syar’i telah tegas mengecam aktivitas penumpukan dan pemborosan harta.

Sedangkan untuk alat transportasi publik, peran pemerintah dapat lebih dalam dengan memberikan moda transportasi yang aman, nyaman dan dapat memberikan kepastian perjalanan. Dalam hal ini, mengingat transportasi adalah kepentingan umum, pemerintah bukan hanya sebagai regulator namun sebagai pengelola. Swasta diperbolehkan ikut berkecimpung dalam bidang ini, dengan berbagai standard yang telah ditetapkan. Secara riil, pemerintah dapat menyediakan sarana transportasi publik yang nyaman, dengan menyesuaikan trayek dan jumlah armada sesuai dengan kebutuhan, sehingga masyarakat tidak ragu untuk berpindah dan memilih moda transportasi umum. Selain itu, faktor keamanan yang selama masih terkendala dapat diatasi dengan menyediakan kendaraan yang terpisah antara penumpang laki-laki, perempuan dan penumpang keluarga. Dengan cara ini kejahatan semisal pelecehan seksual yang kerap terjadi dapat diminimalisir.

Yang tak kalah penting adalah, penggunaan teknologi terbaru dalam dunia transportasi. Negara Islam harus memberikan support penuh terhadap upaya-upaya penemuan teknologi terbaru dalam dunia transportasi yang lebih efisien. Dengan cara ini kualitas transportasi akan terus meningkat dari waktu ke waktu. Proses industrialisasi alat transportasi termasuk didalamnya. Industri pembuatan kendaraan ini harus menjadi industri yang dikelola oleh negara secara mandiri, sehingga tidak menghasilkan ketergantungan terhadap produk negara lain. Selain itu, industri semacam ini harus mendukung terhadap keberlangsungan proses dakwah dan jihad, artinya seluruh prosesnya berpijak pada politik perang.

2. Infrastruktur Jalan dan Jembatan

Jalan dan jembatan disebut sebagai urat nadi ekonomi, sehingga keberadaan infrastruktur jalan dan jembatan yang baik niscaya akan meningkatkan pendapatan masyarakat. Namun sayang, mimpi ini masih jauh panggang dari api. Jalan halus dan nyaman untuk dilalui saat ini hanyalah ‘pepesan kosong’, bukan hanya bagi masyarakat yang jauh dan terpencil, dimana pembangunan belum meyentuh mereka, namun juga di kota-kota besar akibat perencanaan pembangunan yang berparadigma ‘asal jadi’. Sebagaimana telah diungkap diatas, proyek pengerjaan jalan dan jembatan adalah proyek basah yang menjadi tempat banyak orang memperoleh pendapatan tambahan. Sehingga kerusahan tahunan jalan dan jembatan adalah berkah bagi mereka, namun penderitaan bagi rakyat. Selain itu, faktor perencanaan yang kurang memadai juga memberikan sumbangsih bobroknya infrastruktur transportasi Indonesia. Perencanaa  dan pembangunan yang tidak terintegrasi membuat jalanan rusak bukan hanya oleh hujan dan kelebihan muatan, namun juga ‘sengaja dirusak’ oleh pihak lain yang juga merupakan perusahaan pemerintah, semisal PLN, PDAM, ataupun perusahaan telekomunikasi. Menganut prinsip ‘terima bongkar tidak terima pasang’, lubang-lubang galian di jalan halus tidak ditutup dengan baik sehingga berpotensi menimbulkan bahaya bagi pengguna jalan. Selain kondisinya yang rusak merata, infrastruktur Indonesiapun mandek dari sisi perkembangan. Pelebaran, dan penambahan ruas jalan seakan menemui dinding tebal masalah, terutama terkait dengan pembebasan lahan. Wajar, masyarakat pada umumnya dirugikan apabila tanah mereka dibeli oleh pemerintah. Apalagi, banyaknya mafia tanah dan praktek pemaksaan membuat masyarakat semakin apatis, meskipun tanah tersebut akan digunakan untuk fasilitas umum seperti jalan raya.

Islam akan memberikan solusi yang tidak asal-asalan untuk problema ini. Para pemegang amanah dalam pemerintahan Islam akan dipilih dari orang-orang yang takut kepada Allah swt. Sehingga dalam hal pembangunan infrastruktur, para pemegang amanah ini akan berusaha untuk membangun semaksimal mungkin. Tidak ada mark-up dana melalui penaikan harga, ataupun pengurangan spesifikasi material bangunan. Sehingga jalan dan jembatan yang dihasilkan adalah jalan dan jembatan nomor wahid.

Selain itu, perencanaan pembangunan juga akan memegang peranan penting. Analisis lokasi mengenai kondisi topografi lahan yang akan dibangun jalan dan jembatan haruslah matang, karena akan menentukan jenis konstruksi yang akan dipakai, serta sarana pendukung agar jalan selalu dalam keadaan baik semisal drainase dan penerangan jalan yang memadai. Perencanaan ini juga bukan monopoli lembaga yang berkaitan dengan infrastruktur (semisal Dinas Pekerjaan Umum), namun juga akan melibatkan berbagai pihak yang ‘memanfaatkan’ jalanan, seperti lembaga perlistrikan, perairan, dan telekomunikasi. Sehingga rusaknya jalan akibat ulah ‘teman sendiri’ dapat ditekan seminimal mungkin. Perencanaan juga terkait dengan tatakota yang efisien dan sederhana, dimana sebuah kota didisain ‘hanya’ untuk jumlah penduduk tertentu, dimana diwilayah tersebut akan dibangun secara integrasi seluruh fasilitas umum. Kebijakan ini tidak akan membuat iri sebagian penduduk yang lain, karena pembangunan akan dilaksanakan secara merata untuk seluruh wilayah negara Islam.

Dari sisi pembebasan lahan, pemerintah tidak menerapkan prinsip tangan besi dan memaksakan kehendak meskipun yang akan dibangun adalah fasilitas umum. Langkah awal yang dilakukan adalah dengan memberikan penawaran yang layak kepada pemilik. Apabila dengan cara ini tetap gagal, sebagaimana yang telah dicontohkan oleh Khalifah Umar bin Khattab pada saat mengingatkan gubernurnya, Amr bin Ash yang semena-mena terhadap warganya, maka pemerintah harus mencari alternatif terbaik yang lain.

Selanjutnya, senada dengan poin 1, teknologi termutakhir harus selalu dikembangkan dalam permasalahan ini. Teknik konstruksi terbaru yang menghasilkan kualitas dan efisiensi lebih baik harus terus didorong.

3. Aturan Pertransportasian

Inilah payung dari kedua poin yang telah disampaikan diatas. Aturan pertransportasian yang mampu menjamin berjalannya transportasi dengan baik, dengan segala infrastruktur yang memadai. Negara boleh mengadopsi aturan terbaik, meskipun aturan itu tidak berasal dari negeri islam, selama tidak ada hal yang bertentangan dengan hukum syara’. Yang menjadi salah satu kendala di aturan saat ini adalah ketidaktegasan dalam penetapan aturannya. Hukum masih bisa dipermainkan, apalagi jika berhadapan dengan orang-orang kuat dan pejabat, maka hukum menjadi fleksibel. Dalam islam, supremasi hukum akan ditegakkan, tidak pandang bulu dengan siapa ia berhadapan.

Aturan yang bisa diterapkan antara lain, aturan pengalihan jalur kendaraan berat, aturan maksimal beban kendaraan, dll.hal ini diatur agar tidak terjadi ancaman terhadap kepentingan publik. Jika hal ini terjadi, maka menjadi wewenang qadhi hisbah untuk mengambil tindakan.

Kesimpulan

Sekalipun lebih banyak bersifat teknis, ternyata Islam memiliki aturan terkait dengan pengelolaan sistem transportasi. Dengan berlandaskan akidah islam yang kokoh, aturan pertransportasian akan menjadi sesuatu yang sangat indah dan teratur. Syariat Islam akan menghasilkan individu-individu yang taat hukum dan aturan, sehingga tidak akan terjadi lagi berbagai pelanggaran lalu lintas. Islam juga akan melahirkan pemimpin-pemimpin yang takut hanya kepada Allah, sehingga mereka menyadari sepenuhnya bahwa mereka adalah pelayan ummat, dan bekerja untuk melayani ummat.

Dapat dibayangkan, bagaimana keadaan infrastruktur transportasi kita, jika pemimpinnya seperti Umar bin Khattab, yang pernah berkata: “Seandainya seekor keledai terperosok di kota Baghdad karena jalanan rusak, aku sangat khawatir karena pasti akan ditanya oleh Allah SWT, mengapa kamu tidak meratakan jalan untuknya.” Wallahu A’lam

Bacaan:

–     Fahmi Amhar. Infrastruktur Transportasi Negara Khilafah. Media Ummat edisi 62

–     Struktur Negara Khilafah (Pemerintahan dan Administrasi)

–     www.detik.com. ‘Arisan Nyawa’ Berlanjut, Bukti Negara Melakukan Pembiaran. Catatan Agus Pambagio. [03 Oktober 2011]

–     www.detik.com. Mengurai Benang Kusut Transportasi di Indonesia. [25 Oktober 2011]

–     www.ylki.or.id. Menata Kembali Transportasi Jakarta [10 Nopember 2011]

–     Statistik Perhubungan 2009